Manusia dan Cinta Kasih
Menurut Kamus umum bahasa Indonesia karya W.J.S
Poerwadarminta, cinta kasih adalah rasa sangat suka (kepada) atau (rasa) saying
(kepada), ataupun (rasa) sangat kasih atau sangat tertarik hatinya. Sedangkan
kata kasih artinya perasaan sayang atau cinta kepada atau menurut belahan
kasihan. Dengan demikian arti cinta dan kasih hamper bersamaan, sehingga kata
kasih memperkuat rasa cinta. Karena itu cinta kasih dapat diartikan sebagai
perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh belas
kasihan.
Walaupun cinta kasih mengadung arti hamper bersamaan, namun terdapat perbedaan juga
antara keduanya. Cinta lebih mengandung
perngertian mendalamnya rasa, sedangkan kasih lebih keluarnya; dengan kata lain
bersumber dari cinta yang mendalam itulah kasih dapat diwujudkan secara nyata.
Cinta memegang yang penting dalam kehidupan manusia, sebab
cinta merupakan landasan dalam kehidupan perkawinan, pembentukan keluarga dan
pemeliharaan anak, hubungan yang erat dimasyarakat dan hubungan manusiawi yang
akrab. Demikian pula cinta adalah pengikat yang kokoh antara manusia dengan
Tuhannya sehingga manusia menyembah Tuhan dengan ikhlas, mengikuti
perintah-Nya, dan berpegang teguh pada syariat-Nya.
Selanjutnya Dr. Sarlito W. Sarwono mengemukakan, bahwa tidak
semua unsure cinta itu sama kuatnya. Kadang-kadang ada yang keterikatan sangat
kuat, kecemburanya besar, tetapi dirasakan oleh pasagannya sebagai dingin atau
hambar, karena tidak ada kehangatan yang ditimbulkan kemesraan atau keintiman.
Misalnya cinta sahabat karib atau saudara sekandung yang penuh dengan
keakraban, tetapi tidak ada gejolak-gejolak mesra dan orang yang bersangkutan
masih lebih setia kepada hal-hal lain dari pada partnernya.
Selain pengertian
yang dikemukakan oleh Sarlito, lain halnya pengertian cinta yang
dikemukakan oleh Dr. Abdullah Basih Ulwan, dalam bukunya manajemen cinta. Cinta
adalah perasaan jiwa dan gejolak hati yang mendorong seseorang untuk mencintai
kekasihnya dengan penuh gairah, lembut, dan kasih sayang. Cinta adalah fitrah
alami manusia yang murni, yang tak dapat terpisahkan dengan kehidupannya. Ia
selalu dibutuhkan. Jika seseorang ingin menikmati dengan cara yang terhormat
mulia, suci dan penuh taqwa, tentu ia akan mempergunakan cinta itu untuk mencapai
keinginannya yang suci dan mulia pula.
Didalam kitab suci Al-quran, ditemui adanya fenome cinta
yang bersembunyi di dalam jiwa manusia, cinta memiliki tiga tingkatan-tingkatan
: tinggi, menengah, dan rendah. Tingkatan cinta tersebut diatas adalah berdasarkan
firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 24 yang artinya sebagai berikut:
Katakanlah:
jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannyam dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai; adalah lebih kamu cintai dari pada
Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang
yang fasik.
Cinta tingkat tertinggi adalah cinta kepada Allah,
Rasulullah dan berjihad di jalan Allah. Cinta tingkat menengah adalah cinta
seseorang kepada orangtua, anak, saudara, istri/suami dan kerabat. Cinta
tingkat rendah adalah cinta yang lebih mengutamakan cinta kepada keluarga,
kerabat, harta dan tempat tinggal.
Bagi setiap orang Islam yang bertaqwa, sudah menjadi
keharusan bahwa cinta kepada Allah, pada Rasulullah, dan berjihad di jalan
Allah, adalah merupakan cinta yang tidak ada duannya. Hal ini merupakan
konsekuensi iman dan merupakan keharusan dalam Islam. Bahkan itu pendorong
utama di dalam menunjang tinggi agama.
Tak diragukan lagi, bahwa seorang yang telah merasakan
kelezatan iman di dalam hatinya, ia akan mencurahkan segala cintanya hanya
kepada Tuhan. Karena ia telah meyakini bahwa Dzat Tuhanlah Yang Maha Sempurna,
Maha Indah dan Maha Agung. Tak ada satupun selain dia yang memiliki
kesempurnaan sifat-sifat tersebut. Maka dengan ketulusan iman yang sejati
itulah yang harus diikuti karena dialah yang Maha Tinggi, Maha Kesempurnaan dan
Maha Agung.
Hakekat cinta menengah adalah suatu energy yang datang dari
perasaan hati dan jiwa. Ia timbul dari perasaan seseorang yang dicintainya,
aqidah, keluarga, kekerabatan, atau persahabatan. Karenanya hubungan cinta,
kasih sayang dan kesetian diantara mereka, semakin akrab.
Berangkat dari perasaan lembut yang ditanamkan oleh Tuhan
dalam hati dan jiwa seseorang inilah, akan terbentuk perasaan kasih sayang dan
cinta dari seseorang terhadap orang lain : seseorang anak terhadap orang tuanya,
orang tua terhadap anak-anaknya, seseorang suami terhadap istrinya atau
sebaliknya, cinta seseorang terhadap sanak saudara dan familynya, cinta
seseorang terhadap sahabatnya, atau seseorang penduduk pada tanah airnya.
Cinta menengah ini tampak jelas hasilnya kalau tidak pasti
tidak akan terbentuk suatu keluarga dan tidak akan ada kekerabatan yang banyak
terdapat pada daerah-daerah di tanah air. Dan cinta yang rendah adalah cinta
yang paling hina dan keji serta merusak rasa kemanusiaan. Karena itu ia adalah
cinta rendahan. Terbentuknya beraneka ragam misalnya:
1.
Cinta kepada thagut. Thagut adalah syetan, atau
sesuatu sesembahan selain Tuhan dalam surat Al-Baqarah, Allah berfirman: “ dan
diantara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan Allah; mereka
mencintai sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman amat sangat mencintai Allah.
2.
Cinta berdasarkan hawa nafsu.
3.
Cinta yang lebih mengutamakan kecintaan pada
orang tua, anak , istri, perniagaan dan
tempat tinggal.
Inilah cinta yang membawa manusia kepada cinta yang tidak
bermanfaat dan bahkan bisa merugikan orang lain.
B. Cinta Menurut
Ajaran Agama
1. Cinta Diri
Cinta
diri ini erat kaitannya dengan dorongan menjaga diri, karena seorang manusia
pada hakikatnya mancintai untuk hidup tetap senang, mengembangkan potensi
dirinya, dan mengaktualisasikan diri. Dan pada hakikatnya manusia membenci
segala sesuatu yang menghalangi hidupnya, membenci segala sesuatu yang
mendatangkan rasa sakit, penyakit dan mara bahaya. Al-Quran telah mengungkapkan
cinta alamiah manusia terhadap dirinya sendiri, dan menghindari dari segala
sesuat yang membahayakan keselamatan dirinya, melalui ucapan Nabi Muhammad SAW,
bahwa seandainya beliau mengetahui hal-hal gaib, tentu beliau akan memperbanyak
hal-hal yang baik bagi dirinya dan menjauhkan dirinya dari segala keburukan.
Diantara
gejala yang menunjukkan kecintaan manusia terhadap dirinya sendiri adalah
kecintaannya yang sangat terhadap harta, yang dapat merealisasikan semua
keinginannya dan memudahkan baginya segala sarana untuk mencapai kesenangan dan
kemewahan hidup.(QS. Al-‘Adiyat. 100:8)
2. Cinta kepada
sesama manusia
Agar
manusia dapat hidup dengan penuh keserasian dan keharmonisan dengan manusia
lainnya, tidak boleh ia harus membatasi cintanya kepada diri sendiri dan
egoismenya. Hendaknya ia menyeimbangkan cintanya itu dengan cinta dan kasih
sayang pada orang-orang lain, bekerja sama dengan dan memberi bantuan kepada
orang lain. Oleh karena itu, Allah ketika memberi isyarat tentang kecintaan
manusia pada dirinya sendiri, seperti yang pada keluh kesahnya apabila ia
tertimpa kesusahan dan usahanya yang terus menerus untuk memperoleh kebaikan
serta kebakhilannya dalam memberikan sebagian karunia yang diperolehnya,
setelah itu Allah langsung memberi pujian kepada orang-orang yang berusaha
untuk tidak berlebih-lebihan dalam cintanya kepada diri sendiri dan melepaskan
diri dari gejala-gejala itu adalah dengan melalui iman, menegakkan shalat,
memberikan zakat, bersedekah kepada orang-orang miskin dan tak punya, dan menjauhi larangan Allah. Keimanan
yang demikian ini akan bisa merealisasikan kebaikan individu dan masyarakat.
Al-Quran
juga menyeru kepada orang-orang yang beriman agar saling cinta dan mencintai
seperti cinta mereka kepada diri mereka sendiri. Dalam seruan itu sesungguhnya
terdandung pengarahan kepada para mukmin agar tidak berlebih-lebihan dalam
mencintai diri sendiri.
3, cinta seksual
Cinta
erat kaintannya dengan dorongan seksual. Sebab ialah yang bekerja dalam melestarikan kasih sayang,
keserasian, dan kerjasama antara suami dan istri. Ia merupakan factor yang
primer bagi kelangsungan hidup keluarga:
“ Dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cendrung dan merasa tentram kepadanyam dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi yang berpikir.
4.
Cinta kebapakan
Mengingat bahwa antara ayah dengan anak-anaknya tidak terjalin oleh
ikatan-ikatan fisiologis seperti yang menghubungkan si ibu dengan anak-anaknya,
maka para ahli ilmu jiwa modern berpendapat bahwa dorongan kebapakan bukanlah
dorongan fisiologis seperti halnya dorongan keibuan, melainkan dorongan psikis.
Dorongan ini Nampak jelas dalam cinta bapak kepada anak-anaknya, karena mereka
sumber kesenangan dan kegembiraan baginya, sumber kekuataan dan kebangaan, dan
merupakan factor pentind bagi kelangsungan peran bapak dan kehidupan dan tetap
terkenangnya dia setelah meniggal dunia. Ini terlihat jelas dalam doa Zakaria
as, yang memohon pada Allah semoga ia dikaruniakan seorang anak yang akan
mewarisi keluarga Ya’kub:
5.
Cinta kepada Allah
Puncak cinta manusia, yang paling
bening, jernih dan spiritual ialah cintanya kepada Allah dan kerinduannya
kepada-Nya. Tidak hanya dalam shalat, pujian, dan doanya saja, tetapi juga
semua tindakan dan tingkah lakunya. Semua tingkah lakunya dan tindakanya
ditujukan kepada Allah, mengharapkan penerimaan dan ridho-Nya.:
“ katakanlah: “jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengapuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS.
Ali-Imaran. 3:31).
6.
Cinta kepada Rasul
Cinta kepada Rasul, yang diutus
Allah sebagai rahmah bagi seluruh alam semesta, menduduki peringkat kedua
setelah cinta kepada Allah. Ini karena Rasul merupakan ideal sempurna bagi
manusia baik dalam tingkah laku, moral, maupun berbagai sifat luhur lainnya.
Seorang mukmin yang benar-benar
beriman dengan sepenuh hati akan mencintai Rasulullah yang telah menanggung
derita dakwah Islam, berjuang dengan penuh segala kesulitan sehingga Islam
tersebar di seluruh penjuru dunia, dan membawa manusia dari kekelaman kesesatan
menuju cahaya petunjuk.
C. Kasih Sayang
Pengertian
kasih sayang menurut kamus umum bahasa Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarminta
adalah perasaan sayang, perasaan cinta atau perasaan suka kepada seseorang.
Dalam
kehidupan berumah tangga kasih sayang merupakan kunci kebahagian. Kasih sayang
ini merupalam pertumbuan dari cinta. Percintaan muda-mudi (pria-wanita) bila
diakhiri dengan perkawinan, maka didalam berumah tangga keluarga muda itu bukan
lagi bercinta-cintaanm tetapi sudah bersifat kasih mengasihi atau saling
menumpahkan kasih sayang.
Dalam kasih sayang sadar atau tidak
sadar dari masing-masing pihak dituntut tanggung jawab, pengorbanan, kejujuran,
saling percaya, saling pengertian, saling tebuka, sehingga keduanya merupakan
kesatuan yang bulat dan utuh. Bila salah satu unsur kasih sayang hilang, maka
retaklah keutuhan rumah tangga. Kasih sayang yang tidak disertai kejujuran,
terancamlah kebahagian rumah tangga itu.
Kasih
sayang, dasar komunikasi dalam suatu keluarga. Komunikasi antara anak dan orang
tua. Pada prinsipnya anak terlahir dan terbentuk sebagai hasil curahan kasih
sayang orang tuanya. Pengembangan watak anak dan selanjutnya tak boleh lepas
dari kasih sayang dan perhatian orang
tua. Suatu hubungan yang harmonis akan terjadi bila hal itu terjadi secara
timbal balik antara orang tua dan anak.
Suatu
kasus yang sering terjadi, yang menyebabkan seorang menjadi morfinis,
keberandalan remaja, frustasi dan sebagainya, diman semuanya dilatar belakangi
kurangnya perhatian dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga. Adanya kasih
sayang ini mempengaruhi kehidupan si anak dalam masyarakat. Orang tua dalam
berkasih sayang bermacam-macam demikian pula sebaliknya. Dari cara pemberian
cinta kasih ini dapat dibedakan :
1.
Orang tua bersifat aktif, si anak bersifat
pasif.
Dalam hal ini orang tua memberikan
kasih sayang terhadap anaknya baik berupa moral-materil sebanyak banyaknya, dan
si anak menerima saja, mengiyakan tanpa member respon. Hal ini menyebabkan si
anak menjadi takut, kurang berani dalam masyarakat, tidak berani menyatakan
pendapat, minder, sehingga si anak tidak mampu berdiri sendiri dalam
masyarakat.
2.
Orang tua bersifat pasih, si anak bersifat
aktif.
Dalam hal ini si anak
berlebih-lebihan dalam memberikan kasih sayang kepada orang tuanya, kasih
sayang ini diberikan secara sepihak, orang tua mendiamkan saja tingkah laku si
anak, tidak memberikan perhatian apa yang diperbuat si anak.
3.
Orang tua bersifat pasif, si anak bersifat
pasif.
Di sini jelas bahwa masing masing
membawa hidupnya, tingkah lakunya sendiri sendiri, tanpa saling memperhatikan.
Kehidupan keluarga sangat dingin, tidak ada kasih sayang, masing-masing membawa
caranya sendiri, tidak ada tegur sapa jika tidak perlu. Orang tua hanya
memenuhi dalam bidang materi saja.
4.
Orang tua bersifat aktif, si anak bersifat
aktif.
Dalam hal ini orang tua dan anak
saling memberikan kasih sayang dengan sebanyak-banyaknya. Sehingga hubungan
orang tua dan anak sangat intim dan mesra, saling mencintai, saling menghargai,
saling membutuhkan.
Kasih sayang ini Nampak sekali bila
seorang ibu sedang menyusui atau mengendong, bayinya itu diajak bercakap-cakp,
ditimang timang, dinyanyikan, meskipun si bayi tidak tahu arti kata-kata, lagu
dan sebagainya.
No comments:
Post a Comment